Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Pernikahan Sandiwara
Pernikahan Sandiwara

Pernikahan Sandiwara

5.0
52 Bab
4.6K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Bisa mencintainya adalah kebahagiaan, tapi menikah dengannya sebuah anugerah. Dina Sesan harus menjadi istri sandiwara Regent Parlindungan. Seorang putra bangsawan yang terlibat kesepakatan dengan ayahnya demi hak waris harta kekayaan keluarganya. Seiring kebersamaan keduanya, maka keduanya saling jatuh cinta. Namun, masa lalu Regent dengan para wanitanya, membuat Dina berpikir untuk menerima lamaran Regent. Akankah Dina menjadi istri sah Regent? ikuti kisahnya di Pernikahan Sandiwara.

Bab 1 Menutup Rahasia

"Apa medis tidak salah diagnosa, dokter?" Pertanyaan yang sama berulang-ulang keluar dari bibir Dina Sesan.

Lantas kedua tangannya bergetar hebat menggenggam erat berkas-berkas medis Regent Parlindungan, suaminya.

***

Perlahan Dina menyeret langkahnya keluar dari ruangan dokter yang berukuran 3 x 3 meter persegi.

"Kenapa wajahmu murung, Dina?" tanya Regent ketika melihat Dina muncul dari pintu ruangan dokter.

Lantas Dina menghampiri Regent yang sedari tadi menunggu di depan ruangan. Dengan hati-hati ia mendorong kursi roda sebagai alat bantu bergerak Regent.

Senyuman manis pun mengembang di sudut bibirnya setiap melihat wajah Regent yang kian hari kian memucat itu.

Dina segera menutup berkas-berkas medis di tangannya dan memasukkannya ke dalam tas. Dia tidak ingin Regent mengetahui hasil medis miliknya.

"Tidak apa-apa, kok. Cuma kesel aja tadi di dalam ada orang main serobot aja," jawab Dina memaksakan senyumannya agar terlihat baik-baik saja.

Ia pun terpaksa berbohong untuk menutupi semua kekhawatirannya. Lagi ia pun ingin menutup rapat rahasia ini dari Regent, sampai benar-benar ada hasil memuaskan dari dokter nanti.

"Ohh, begitu! Tidak usah di pikirkan, honey namanya juga manusia, tidak semuanya bisa mengerti kesopanan," ujar Regent sembari merangkul mesra pinggang ramping Dina.

Sesaat menenggelamkan wajahnya di perut rata istrinya. Aroma parfum vanilla menyeruak dari pori-pori kulit tubuh Dina, menyentuh lembut indra penciuman Regent.

"Sejak pertama bertemu, aroma vanila ini tidak pernah lepas dari tubuhmu, Honey."

Dina hanya tersenyum getir dan mengelus lembut puncak kepala Regent. Perasaan hatinya saat itu semakin tidak menentu. Tapi ia juga tidak tahu harus berkeluh kesah kepada siapa. Lalu, juga harus bisa menjaga moodnya di hadapan Regent.

"Iya, aku tidak penting memikirkan mereka. Kita pulang saja, yukk," ajak Dina segera menghubungkan ponselnya ke nomor pengawal pribadi keluarga mereka yang menunggu mereka di parkiran rumah sakit.

Dalam hitungan detik beberapa pengawal sudah berdiri di hadapan mereka.

"Bawa saja Tuan Regent ke mobil. Saya masih menebus obat Tuan dulu," titah Dina melepaskan genggaman tangannya dari lengan kekar Regent.

"Lho, biarkan saja pengawal yang mengambilnya, honey. Di sana tentu banyak antrian nantinya," ucap Regent tidak ingin istrinya tercinta itu harus berdiri lama, dengan high heels yang membungkus kedua telapak kaki jenjangnya.

"Tidak apa-apa, tunggulah di dalam mobil. Aku mengambilnya sendiri saja, takut pengawal nanti salah memberikan resep obat," dalih Dina tidak ingin satu orang pun yang mengetahui diagnosa sakit Regent sebenarnya.

"Jaga tuan Regent dengan baik!" titahnya kepada pengawal sebelum berlalu dan menghilang di lorong-lorong rumah sakit.

Dengan kasar Dina menghenyakkan duduknya dan merenung di kursi tunggu pasien apotik rumah sakit. Berulangkali membaca nama-nama obat yang diresepkan dokter tadi. Namun, ia tidak paham kenapa suaminya harus mengkonsumsi obat-obat keras itu.

Dina yang kelulusan sarjana perbankan itu, tidak mengerti kegunaan dari nama-nama asing dari obat yang diresepkan dokter itu.

'Jeremia!' pikirnya mengingat teman laki-lakinya itu, Jeremia merupakan dokter juga.

"Kali aja dia bisa menjelaskan rinci kegunaan obat-obatan Regent ini," gumam Dina berharap segera mengetahui apa yang mengganggu kesehatan Regent.

Sampai saat ini Dina masih merasa aneh saja, karena tiba-tiba kedua tungkai kaki Regent melemah.

Dua minggu yang lalu, pegawai perusahaan Regent group mengabarinya, kalau Regent ditemukan tidak sadarkan diri di dalam elevator.

Pagi itu Dina yang berkemas hendak berangkat bekerja pun urung pergi.

Ia segera memanggil sopir untuk membawanya ke Hospital Barlyne, salah satu rumah sakit terbesar di kotanya.

Sebab pegawai perusahaan Regent group, lekas melarikan Regent ke rumah sakit terbesar itu.

Tiga hari dalam koma.

Menurut dokter yang menanganinya, Regent mengalami kesadaran yang rendah, lalu, oksigen dalam otaknya sangat minim.

Mendengar itu, kedua tungkai kaki Dina Sesan pun bergetar hebat. Mengingat Regent selama ini selalu menjaga kesehatannya. Bahkan sejak mereka kenal lima belas tahun yang lalu, Regent tidak pernah mengalami penurunan kesehatan drastis.

Dina tidak tahu harus berbuat apalagi, semuanya terasa mendadak dengan kondisi Regent yang buruk. Beruntung kedua putri mereka tengah bersama tuan Martua Sahala Regent dan Nyonya Marnida Regent, kedua mertuanya di London saat ini.

Jadi, ia pun bisa menjaga Regent selama dirawat di ruang ICU.

"Hei ... melamun aja! Awas kesambet, lho! Lagi ini juga di rumah sakit."

Seseorang menepuk pundaknya pelan sekaligus menyentakkan lamunan Dina.

Tangan Dina bergerak cepat dan segera memasukkan kembali berkas-berkas medis Regent kedalam tasnya. Karena tadi dia sempat mengeluarkannya ketika pegawai apotik ingin melihat berkas medis suaminya.

"Ehh ... kok, kamu cepat banget tiba di sini!" kata Dina merasa baru beberapa menit dia mengirimkan pesan wa kepada Jeremia.

Lalu, ia pun tidak tahu harus bertanya apa, bahkan sedikit salah tingkah di hadapan Jeremia teman sejak masa kecil. Seraya menggeser duduknya untuk menjaga jarak dari Jeremia, teman prianya yang sempat dulu ingin mendekatinya.

Namun, pria yang berpakaian rapi dengan bed nama "Dokter Jeremia" melekat di dada kirinya, kembali merapatkan duduknya dengan Dina.

"Apa kamu takut Regent memergoki kedekatan kita ini?" godanya lantas mencolek hidung mancung Dina gemas.

Hal akrab seperti itu sudah biasa dilakukan Jeremia sejak kecil setiap bertemu Dina.

"Oiya, mana Regent?" tanyanya lagi melihat Dina hanya sendiri saja duduk di kursi tunggu ruang apotek rumah sakit.

Sejak dulu Jeremia tahu Regent tidak pernah mau membiarkan Dina duduk sendirian. Apalagi di tempat ramai seperti itu, suami Dina tersebut akan selalu menempel di sebelah Dina.

"Ehh ... dia tadi pergi sebentar ke mobil untuk mengambil minum," kata Dina asal ceplos aja.

Tanpa menyadari jika di sebelahnya terletak air mineral kemasan botol.

Lantas Jeremia mengangkat kedua alisnya turun naik, setelah melihat air mineral kemasan botol yang terletak di sebelah Dina.

"Ohh ... ini punyaku. Regent ingin mengambil minuman jus miliknya dari mobil. Oiya, kamu belum menjawab pertanyaanku tadi?" kata Dina tidak ingin berlama-lama terlibat pembahasan tentang Regent dengan Jeremia.

Saat ini pikirannya pun masih kacau dan sangat mengkhawatirkan keadaan Regent di dalam mobil.

"Lha, aku kan bekerja di rumah sakit ini, Din," sahut Jeremia membuat kening Dina mengerut.

Sebenarnya maksud Dina bertanya tentang kegunaan resep obat yang dikirimkan tadi kepada Jeremia, bukan bertanya di rumah sakit mana Jeremia bekerja.

Meski Dina pun rada syok juga setelah mengetahui, jika Jeremia bekerja di rumah sakit yang sama, di mana Regent menjalani tindakan perawatan.

"Ehh, iya," sahut Dina lantas mengecek kembali pesan yang ia kirimkan kepada Jeremia tadi. Dina langsung menghapus resep obat yang ia kirimkan tadi. Beruntungnya pesan itu belum dibaca Jeremia.

"Ehh, aku duluan, ya," kata Dina setelah menerima bungkusan plastik berisi obat-obatan Regent dari pegawai apotik.

Ia hanya mengabaikan wajah kebingungan Jeremia yang melihatnya seperti kesetanan itu.

Setengah berlari Dina keluar dari ruangan apotek untuk menghindari kejaran Jeremia. Entah apa yang Dina pikirkan saat ini, ia pun tidak mau siapapun yang mengetahui keadaan Regent saat ini.

Dina semakin mempercepat larinya menuju kearah parkiran mobil dan menghilang di jejeran mobil terparkir.

"Maaf, tadi panjang banget antriannya," ucap Dina setelah duduk bersebelahan dengan Regent.

Nafasnya masih memburu karena berlarian di lorong-lorong rumah sakit.

"Kan, tadi udah aku bilang pengawal aja yang ---"

"Ayo, jalankan aja mobilnya!" potong Dina memotong ucapan Regent.

Ia khawatir Jeremia masih saja mengikutinya hingga kesana.

Namun sang sopir sepertinya masih sibuk mengutak-atik laci dashboard mobil, dan hanya mengabaikan perintah Dina tadi.

"Sekarang kita harus segera pulang!" kata Dina melakukan penekanan nada di suaranya.

"Baik, nyonya! Tapi bagaimana ini Tuan Regent? Aku tidak menemukannya disini," kata sopir menoleh ke kursi belakang.

"Sudahlah. Lupakan hal itu dan ikuti perintah Nyonya Dina," jawab Regent dengan nada kecewa.

Dina mengerutkan kening karena kebingungan. Ia tidak tahu apa yang dimaksud sopir mencari di laci dashboard mobil

"Kamu sedang mencari apa, Regent?"

***

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY